Pesantren dan Desa



Pondok pesantren sebagai sebuah institusi pendidikan menurut sebagian ahli sudah ada sejak masa wali Songo, dalam hal ini masih ada sedikit perbedaan pendapat tentang Siapa yang pertama kali mendirikan pondok pesantren,[1] contohnya Karel Steenbrink, yang berpendapat bahwa sistem pesantren sudah ada sejak  masa pra islam.[2]Namun Terlepas dari kapan sistem pesantren ini ada sejatinya sejak dulu pondok pesantren sudah memiliki tujuan yang jelas yaitu menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim yang beriman dan bertakwa dan juga menjadikan masyarakat mencintai ilmu untuk pengembangan kepribadiannya.[3]
Hal ini berdasarkan jejak awal sejarah terbentuknya sistem pondok pesantren bermula dari sebuah tradisi keilmuan yang dikembangkan seorang ulama terhadap masyarakat setempat, menurut Ziemek Manfred, Mulanya ulama tersebut mendirikan tempat untuk mengaji sekaligus beribadah seperti langgar, mushola, surau atau masjid. Biasanya pengajian dilakukan setelah sholat, dimulai dari sini banyak masyarakat setempat yang tertarik untuk terus belajar, lambat laun, masyarakat yang ingin ikut pengajian semakin bertambah seiring dengan tersebarnya kabar tentang sang ulama dari dari mulut ke mulut.
Semakin lama materi yang diajarkan di pengajian semakin beragam yang mulanya hanya mengaji alquran berkembang hingga mempelajari bahasa Arab dan segala khazanah Islam yang dikuasai oleh ulama tersebut. Seiring dengan bertambahnya masyarakat yang ingin belajar bukan hanya dari daerah itu melainkan juga daerah lain. Karena untuk pulang ke tempat asal mereka cukup jauh serta karena ingin selalu berada di sisi sang ulama agar dapat mendapatkan ilmu dan belajar lebih intensif, mereka pun bekerja sama untuk mendirikan tempat tinggal di sekitar rumah dan masjid sang ulama. Selain belajar di sana mereka juga melakukan kegiatan sehari-hari mulai dari bangun tidur, makan, mandi, cuci dan berbagai aktivitas lainnya. Kegiatan ini terus berlangsung tidak hanya dalam waktu beberapa hari , tetapi bisa berbulan-bulan, bertahun-tahun.[4]
Pola seperti ini lah yang membuat pesantren banyak berkembang di daerah daerah terpencil seperti pedesaan dan mengakar pada masyarakat desa tersebut. Bahkan tak sedikit pesantren yang lebih terkenal dengan nama desanya dibanding nama pesantrem itu sendiri, hal ini sejalan apa yang dikemukakan Said Aqil Siradj, bahwa fenomena ini menunjukan para kyai memiliki konsep yang menganggap bahwa nama pesantren kalah penting dibanding upaya pemberdayaan masyarakat desa.[5]
Manfred Ziemek berpendapat bahwa dalam komunitas pedesaan tradisional, keagamaan merupakan suatu hal yang penting yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat sehari-hari. Dan sebagai tempat-tempat kaagamaan menjadi pusat kehidupan, serta pemuka agama menjadi sosok yang dihormati dan segala nasihat dan petunjuk dijadikan panutan Masyarakat.[6] Hal ini lah yang membuat kedudukan pesantren begitu kuat di desa desa. Senada dengan hal ini juga, Muhammad Sulton Fatoni berpendapat bahwa  Karakter tertentu yang melekat pada pondok pesantren juga ikut melekat pada desa tersebut, bahkan terkadang menjadi wujud suatu adat, dengan demikian pondok pesantren, desa dan adat menjadi tiga hal yang berkaitan. [7]
Begitu kuatnya pengaruh pesantren tersebut terkadang bahkan bisa dirasakan tidak hanya di desa tersebut tetapi juga daerah lainnya. Menurut Fahmi Saifuddin, hal yang wajar bila pesantren seringkali jauh melebihi wilayah administrasi desa-desa sekitarnya, bahkan banyak pula pesantren yang memiliki basis santri yang cukup besar, bahkan pengaruhnya melintasi daerah kabupaten di mana Pesantren tersebut berada.
wallahu a'lam bisshowab


[1] Mujammil Qomar, Pesantren dari transformasi metodologi menuju demokratisasi  institusi (Jakarta: Erlangga  2005 ), h. 8
[2] Amin Haedari, Transformasi Pesantren: Pengembangan Aspek Pendidikan, Keagamaan dan Sosial (Jakarta: Media Nusantara, 2006), h. 23
[3] Mujammil Qomar, Pesantren dari transformasi metodologi menuju demokratisasi  institusi (Jakarta: Erlangga  2005 ), h. 4
[4] Saifullah Ma'shum, Dinamika Pesantren : Telaah Kritis Keberadaan Pesantren Saat Ini (Jakarta: Yayasan Islam Al-Hamidiyah dan Yayasan Saifuddin Zuhri, 1998), h. 23. 24
[5] Muhammad sulton Fatoni, Kapital Sosial Pesantren : Studi tentang Komunitas Pesantren Sidogiri Jawa Timur (Jakarta: UI Press, 2015), h. 2
[6]Manfred Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial (Jakarta: Pengembangan Pesantren dan Masyarakat, 1986), h. 96
[7]Muhammad Sulton Fatoni, Kapital Sosial Pesantren : Studi tentang Komunitas Pesantren Sidogiri Jawa Timur (Jakarta: UI Press, 2015), h. 12


Categories:
Similar Videos

0 komentar: